Rabu, 28 April 2010

Pesona Memudar Tanah Kelahiran

Suara Merdeka, 28 April 2010

Oleh Zakki Amali

MENGENANG Kartini adalah mengenang perempuan Indonesia. Keberadaan Kartini membawa angin segar bagi pencerdasan perempuan. Saat itu, kebanyakan perempuan berada di ruang privat keluarga.

Perempuan harus berada dan mengurusi persoalan domestik. Namun, berkat langkah Kartini, Nusantara yang tersandera kolonialisme Belanda menilik perempuan untuk diajak bersama memajukan bangsa.

Begitulah Kartini selalu dinarasikan dalam sejarah besar bangsa ini. Gerak langkahnya menarik orang-orang Eropa. Setelah kematiannya, mereka menerbitkan kumpulan surat Kartini kepada kawan-kawan korespondensinya, khususnya keluarga Abendanon.

Pemikir Indonesia juga menelaah sikap kritis Kartini. Pemerintahan Soekarno pun mengangkat dan menganugerahi Kartini gelar Pahlawan Nasional karena pemikirannya yang cemerlang tentang masa depan perempuan pribumi.

Namun siapa sangka banyak orang tak mengetahui tempat kelahiran Kartini yang tepat. Ketika berbicara tentang asal daerahnya, kebanyakan orang mungkin hanya mengenal dia sebagai pribumi Jepara yang akhirnya dimakamkan di Rembang. Padahal, detail kelahiran atau daerah asal seorang tokoh besar berkorelasi dengan kualitas pengetahuan tentang dia. Sajian detail seorang tokoh merupakan salah satu tolok ukur keseriusan menelaah sang tokoh.

Monumen Di Desa Pelemkerep, Kecamatan Mayong, Jepara, terdapat monumen ari-ari Kartini. Monumen itu berada di samping kantor kecamatan (dulu kantor wedana). Monumen serupa bunga teratai itu berada di atas tanah tak terlalu luas. Di monumen itulah, ari-ari atau plasenta Kartini ditanam.

Monumen Kartini sangat sederhana. Hanya ada monumen, sumur, dan tugu penanda tempat dia dilahirkan. Penjaga monumen, Basuki, menuturkan di tempat itu dahulu rumah keluarga Kartini berada. “Sekarang sudah tak ada bekasnya,” katanya.

Rumah asli, kata dia, telah dibong-kar untuk dan dibawa ke Jepara. Saat masih di Mayong, ayah Kartini, Mas Adipati Ario Sosroningrat, menjabat wedana. Baru setelah dua tahun sejak kelahiran Kartini, dia sekeluarga pindah ke Jepara untuk bertugas sebagai bupati.

Basuki yang menjaga monumen itu sejak 1981 menyaksikan kondisi asli sebelum direnovasi dengan pembangunan monumen. Dia menuturkan renovasi dilakukan tahun 1981 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef. “Setelah itu belum ada renovasi lagi,” ujarnya.
Keunikan Ada yang unik di kawasan monumen itu, yakni monumen ari-ari dan sumur.

Monumen dibuat menyerupai bunga teratai dengan lekuk yang bermakna kelahiran. Kuncup kedua dari atas berjumlah 21 yang menunjukkan tanggal kelahiran Kartini. Empat buah lampu menunjukkan bulan April, sedangkan 18 kuncup paling bawah menunjukkan tahun 1800. Ukiran bawah berjumlah tujuh menunjukkan angka tujuh. Kuncup paling atas sembilan menunjukkan angka sembilan. Jika dirangkai menjadi tanggal, bulan, dan tahun kelahiran Kartini: 21 April 1879.

Sumur di depan monumen masih asli. Letak dan bangunan sumur itu tak berubah. Basuki menuturkan sumber air itu tak pernah surut pada musim kemarau sekalipun. Kedalaman sumur sekitar 10 meter. “Warga sekitar sering memanfaatkan air sumur itu,” katanya.

Namun nilai kesejarahan monumen itu tak dikenal luas. Monumen itu hanya ramai menjelang April, ketika orang-orang memperingati hari kelahiran Kartini secara besar-besaran. “Orang-orang Jakarta juga pernah ke sini,” tutur Basuki.

Sampai sekarang, pesona monumen itu sebagai salah satu sumber penting dalam kesejarahan pribadi Kartini seakan-akan dibiarkan. Saripati kelahiran perempuan itu tak lebih sebagai bangunan tak bertuan.

Ya, lihatlah, betapa orang lalu lalang melewati monumen itu seperti tanpa merasakan kehadiran sosok bersejarah. Atau, mungkin malah mereka tak mengetahui apa gerangan maksud tujuan pendirian monumen ari-Ari Kartini.
Mencari kesalahan perkara itu sangat mudah. Namun tak memberikan pemecahan terbaik bagi kelangsungan nilai-nilai sejarah.

Kawasan kantor Kecamatan Mayong, tutur Basuki, berhalaman paling luas di seluruh kantor kecamatan di Jepara. Potensi itu bisa dikelola menjadi bagian perluasan monumen. Taman di dekatnya dapat pula dipercantik. Apakah bisa? Selama ada kemauan politik dari penanggung jawab daerah, itu mudah. Namun mensyaratkan juga suara masyarakat untuk menggerakkan.

Adalah kabar gembira jika ada niat menjadikan kawasan kelahiran Kartini sebagai museum bersama. Sebab, Museum Kartini di Jepara dan Rembang berkesan terpisah. Narasi yang tersaji di kedua tempat itu terpenggal. Masa kecil Kartini di Jepara, sedangkan masa berkeluarga di Rembang. Dan, saat kelahiran hingga usia dua tahun di Mayong.

Perlu membangun museum bersama untuk mengintegrasikan pemahaman tentang sosok Kartini secara holistik. Jadi tak muncul persepsi setengah-setengah tentang Kartini. Orang yang hanya tahu monumen kelahiran Kartini, misalnya, akan ragu menyatakan bahwa itu monumen Kartini, sang tokoh emansipasi.

Atau, ketika melihat foto-foto keluarga dan benda peninggalannya di Rembang, orang akan bertanya-tanya tentang masa kecil dan tempat kelahirannya.
Begitu pula yang terjadi ketika berkunjung ke Jepara dengan pertanyaan tentang nasib Kartini setelah diboyong sang suami ke Rembang. Pengetahuan yang tak lengkap bisa saja membuahkan penghayatan yang tak utuh. Dan, akhirnya berujung ke kegagalan transformasi nilai-nilai kesejarahan Kartini.

Karena itu pendirian museum Kartini yang komplet bisa diharapkan bakal memunculkan semangat untuk meneladani Kartini. Namun barangkali terlalu melangit jika tak mnempertimbangkan faktor geografis kedua daerah, Jepara dan rembang, dan berkesan memaksakan. Semoga muncul kesepakatan berbagai komponen untuk mewujudkan angan-angan tentang pembelajaran tentang Kartini melalui pendirian museum. Dengan harapan, generasi terkini lebih terpantik meneladani sosok pejuang itu. Semoga. (53)

Rabu, 14 April 2010

Reorientasi Industri Mebel Jepara

Suara Merdeka, 14 April 2010

Oleh Nasir Syar’an SIP

TANGGAL 10 April 2010 adalah hari jadi ke-461 Jepara. Inilah hari jadi pertama bagi Kota Ukir dalam suasana ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).

Pemberlakuan ACFTA sejak 1 Januari lalu itu jelas memengaruhi tingkat persaingan dan pasar industri mebel Jepara, baik di pasar regional maupun domesti, karena tarif bea masuk dari dan ke sesama anggota ASEAN-China menjadi 0 persen.

Industri furnitur Jepara tidak hanya bersaing dengan negara peserta ACFTA di luar negeri, di dalam negeri pun industri ini akan menghadapi persaingan yang makin ketat dengan perusahaan-perusahaan dari negara tetangga.

Di sisi lain, industri mebel Jepara terdesak oleh meningkatnya harga bahan baku kayu solid yang kian hari kian langka dan mahal. Keterjepitan ini semakin menjadi-jadi dengan adanya kecenderungan perang harga antarpengusaha Jepara.

Tidak sedikit perusahaan Jepara yang menderita kerugian dan gulung tikar karena keterjepitan ini.

Jika tahun 2000 ada sekitar 450 eksportir, saat ini tinggal separo yang masih aktif. Sisanya adalah eksportir yang kesulitan dalam mendapatkan order.

Untuk keluar dari keterjepitan persaingan era ACFTA, bahan baku dan perang harga ini, industri mebel jepara perlu bergerak dari membuat sesuai pesanan menuju membangun merek yang diakui oleh pembeli akhir. Jika sasaran pasar mengakui bahwa suatu merk mebel memberikan manfaat fungsional dan emosional secara positif, berarti merek terbangun dan peluang pengembangan pasar dan nilai jual akan berkembang secara berkelanjutan.

Manfaat fungsional antara lain kenyamanan, keamanan, kekuatan produk, sedangkan manfaat emosional antara lain kebanggaan, rasa memenuhi tanggung jawab etis dalam ikut serta menjaga lingkungan hidup, misalnya.

Langkah membangun merek yang diakui pelanggan akhir tidak cukup hanya membuat nama dan logo. Diperlukan pemahaman yang cermat tentang kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan, rumusan citra yang mengena (positioning), promosi, tawaran produk yang menarik, dan akses untuk mendapatkan produk.

Mengapa membangun merek semakin diperlukan di tengah ACFTA dan era informasi ini? Setidaknya ada empat alasan pentingnya membangun merek.

Pertama, untuk meningkatkan nilai jual. Tanpa merek, industri Jepara hanya menjadi pembuat sesuai pesanan dari pedagang perantara. Posisi ini membuat pengusaha Jepara memperoleh nilai tambah yang jauh lebih kecil dibanding pedagang perantara ini.

Berlakulah ungkapan bahwa pedagang lebih berkuasa dari pembuat. Mengapa? Pedagang lebih tahu dari pembuat tentang keinginan dan daya beli konsumen akhir. Dia bisa merancang produk yang akan disukai konsumen akhir. Produsen tidak bisa menjual langsung kepada konsumen akhir, selain melalui pedagang perantara. Ketergantungan ini membuat pedagang dengan mudah menekan harga.

Ketergantungan ini bisa diakhiri jika pengusaha jepara membangun merek di mata konsumen akhir. Jika produk industri mebel Jepara sudah diakui mereknya, nilai jual akan berlipat jauh lebih tinggi. Dalam aturan main ACFTA, nilai tambah dari bisnis yang bermerek akan jauh lebih menguntungkan
Makin Mendekatkan Kedua, membangun merek ini diperlukan untuk perluasan pasar. Di tengah memasyarakatnya teknologi informasi bagi warga Jepara ini, merek akan semakin mendekatkan konsumen akhir dengan produsen. Konsumen akhir bisa langsung berhubungan dengan produsen melalui internet, cukup dengan mengetahui mereknya. Dengan demikian merek membantu memperpendek jalur distribusi.

Ketiga, membangun merek ini penting karena kualitas ukir Jepara berpotensi untuk menjadi merek yang membanggakan pemakainya. Kemahiran ukir Jepara adalah akumulasi pengetahuan dan pengalaman masyarakat Jepara secara turun temurun selama ratusan tahun.

Ukiran Jepara dikenal lebih hidup, halus seperti sutera, ngrawit seperti rambut. Kemahiran ini tidak mudah ditiru begitu saja oleh masyarakat dari daerah lain ataupun dari luar negeri.

Keempat, membangun merek ini semakin perlu dilakukan karena ditunjang oleh teknologi informasi yang semakin terjangkau. Riset pelanggan dan promosi ke luar negeri tidak harus dilakukan dengan membuat iklan di media luar negeri yang harganya mahal, tapi sekarang bisa dilakukan dengan melalui sarana-sarana promosi di internet, baik melalui web, portal business to business, auction, periklanan dan sebagainya.

Contoh sarana yang mempertemukan pedagang besar dan produsen adalah indonetwork.com, alibaba.com dan globalresources.com, sedangkan contoh sarana yang mempertemukan produsen dan pembeli retail adalah ebay.com. Sarana promosi ini jauh lebih terjangkau biayanya daripada promosi melalui media massa luar negeri. (10)

Kamis, 08 April 2010

Menggagas Wisata Jejak-Jejak Kartini di Jepara

Oleh Muhammad Rohani

BERBICARA tentang R.A. Kartini (1879-1904) tidak terlepas dari perbincangan mengenai Kabupaten Jepara, tempat dia dilahirkan. Kota ini menjadi saksi sejarah atas jejak kehidupan Kartini. Banyak sekali tempat-tempat bersejarah di Jepara yang terkait dengan kehidupan Kartini. Di antaranya adalah Kecamatan Mayong, Pendapa Kabupaten Jepara, Pantai Tirta Samudera atau Bandengan, dan Pantai Kartini.

Selain itu, di Jepara juga terdapat museum yang mendokumentasikan benda-benda bersejarah peninggalan Kartini dan keluarganya, yaitu Museum Kartini. Meskipun museum ini dibangun pada tahun 1975, jauh setelah Kartini wafat, tempat ini menjadi bukti historis atas kehidupan Kartini.

Berkunjung dan napak tilas ke tempat-tempat tersebut akan merekonstruksi ingatan kita akan sejarah hidup dan perjuangan Kartini. Dengan mengunjungi tempat-tempat itu kita dapat merasakan secara langsung derap kehidupan Kartini sewaktu kecil dan masa remajanya. Pada gilirannya, diharapkan ini akan menjadi sarana pendidikan dan pembelajaran bagi generasi muda, serta memotivasi mereka untuk meneladani apa yang telah dilakukan oleh Kartini bagi bangsa. Selain manfaat tersebut, kunjungan ke obyek-obyek itu juga dapat berfungsi sebagai rekreasi.

Agar lebih komprehensif dalam menyusuri jejak kehidupan Kartini, kunjungan ke obyek-obyek di atas selayaknya dilakukan secara terintegrasi. Dalam konteks ini, “Paket Wisata Jejak-Jejak Kartini” patut dijadikan sebagai konsep pariwisata di Jepara. Paket wisata tersebut berupa kunjungan ke Kecamatan Mayong, Pendapa Kabupaten, Museum Kartini, Pantai Kartini, dan Pantai Bandengan.

Mayong dipilih karena di sana terdapat Tugu Ari-Ari Kartini yang merupakan simbol dan penanda atas kelahirannya. Di kota ini Kartini kecil tinggal bersama keluarganya selama beberapa tahun. Obyek kedua adalah Pendapa Kabupaten Jepara. Di tempat ini dia mendapatkan pendidikan dan pengalaman hidup, merenungkan dan mencetuskan pemikiran-pemikirannya, serta memberdayakan masyarakat dengan mendirikan sekolah wanita dan membina para perajin ukir.

Obyek selanjutnya adalah Museum Kartini. Museum ini menyimpan benda-benda peninggalan Kartini dan keluarganya, terutama kakaknya, R.M. Panji Sosrokartono. Di Museum ini kita juga dapat mengamati koleksi benda-benda yang bernilai sejarah, serta melihat-lihat benda-benda kerajinan Jepara semisal ukir-ukiran.

Rangkaian perjalanan ditutup dengan rekreasi ke Pantai Kartini dan Pantai Bandengan. Di sana pengunjung bisa melepas penat dengan bersantai menikmati indahnya panorama pantai. Kedua pantai ini erat kaitannya dengan sejarah kehidupan Kartini. Di sana, Kartini dan saudara-saudaranya seringkali menghabiskan waktu mereka untuk bersantai. Khusus di Pantai Bandengan, Kartini pernah melakukan pembicaraan khusus dengan salah satu pejabat Pemerintah Kolonial Belanda—Mr. Abendanon—dalam rangka pengajuan beasiswa untuk belajar ke Belanda. Namun beasiswa ini akhirnya gagal.

Untuk mewujudkan gagasan paket wisata ini diperlukan dukungan berbagai pihak, terutama pemkab. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata misalnya, berperan menyediakan paket wisata ini dengan melengkapi berbagai fasilitas yang mendukungnya. Kemudian mempromosikan paket tersebut kepada khalayak, baik pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat umum.

Melalui paket wisata pendidikan tersebut, peserta diajarkan untuk mengenang dan meneladani jasa-jasa R.A. Kartini, serta menghargai dan mengapresiasi potensi dan budaya lokal Jepara. Pada akhirnya hal ini dapat berfungsi menumbuhkan kecintaan terhadap daerah, serta memacu tumbuhnya prestasi dan kreativitas di antara mereka.

Rabu, 07 April 2010

Perlindungan Mebel Ukir Jepara

Suara Merdeka, 07 April 2010

Oleh Sahli Rais

BULAN ini mebel ukir Jepara akan diakui dan dilindungi secara international sebagai produk indikasi geografis (IG), yaitu sebuah produk yang karena karateristtik tertentu dapat menunjukkan asal suatu daerah akibat faktor lingkungan geografis, berupa pengaruh lingkungan alam (ekosistem), faktor manusia (sosio kultural) atau karena pengaruh kedua-duanya.

Artinya, mebel ukir Jepara telah memperoleh perlindungan hukum atas nama produknya sebagai produk yang berasal dari Jepara, pengakuan atas mutu dan kekhasan produk mebel ukir Jepara serta pengakuan atas tradisi, nilai-nilai pewarisan budaya dan tata cara produksi yang dikembangkan. Karena itu, kekawatiran mebel ukir Jepara diklaim oleh negara lain sebagai produknya, tidak lagi bisa dilakukan.

Pada era globalisasi ini sekat-sekat budaya sudah tidak terbatasi oleh pembagian teritorial lagi, terjadi interaksi antarwilayah sedemikian dahsyat, sehingga di mana dan kapan saja kita bisa memasuki budaya orang lain. Dampaknya, terjadi persaingan yang semakin ketat pada setiap produk, baik produk yang berbasis industri manufaktur, tradisi ataupun varietas tanaman.

Etika perdagangan global pun diatur dengan UU Hak Kekayaan Intelektual. Sebagai perwujudan dari komitmen bangsa kita yang telah masuk dalam perjanjian WTO, masing-masing negara yang tergabung harus melakukan ratifikasi terhadap Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPs). Indikasi geografis (IG) sendiri telah diakui dalam perjanjian TRIPs sejak 1994, dan masuk dalam lembaran lampiran pendirian WTO.

Awalnya, konsep tentang perlindungan hukum IG mulai diformulasikan di Prancis awal abad 20 dengan sebutan apellation of origin. IG mulai menginternational di negara Uni Eropa, dimulai pada perlindungan terhadap produk-produk terkenal di UE seperti anggur, kopi, cokelat dan produk-produk yang menunjukkan ciri identitas lokal.

Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap Perlindungan Indikasi Geografis (IG) dengan dimilikinya UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang IG dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2007.

Perlindungan hukum IG adalah pengembangan hukum merk dalam sistem hukum Hak Kekayaan Intelektual kita, selain hak cipta, paten, rahasia dagang, desain industri, dan sirkuit terpadu.

Perlindungan IG memiliki peranan penting dalam mewujudkan produk-produk lokal yang memiliki karateristik menjadi produk yang mampu bersaing dan bernilai tambah di pasar global.

Karateristik khusus baik akibat pengaruh lingkungan maupun manusia (budaya) dengan perlindungan IG bisa meningkatkan daya saing produk lokal, juga mampu menjaga identitas tersebut dalam percaturan pasar global. Karena itu, banyak negara di dunia mendorong perlindungan ini, terutama negara-negara berkembang.
Mebel ukir Jepara merupakan produk yang memiliki karateristik.

Produk ini memiliki keunikan akibat talenta yang dimiliki masyarakat secara turun- temurun dan tidak ditemukan di daerah lain. Proses pewarisan keahlian melalui sistem nyantrik merupakan tradisi dan nilai-nilai tersendiri. Proses pewarisan keahliannya tak ditemukan dalam sistem lembaga formal seperti sekolah.

Sistem Nyantrik Dalam sistem nyantrik seorang ahli ukir yang dipandang senior menerima murid melalui cara pengabdian dan pewarisan nilai-nilai budaya ukir ke cantrik tersebut. Kondisi sosio kultur di Jepara menyebabkan proses nyantrik dapat berkembang dan para ahli ukir kayu mampu melakukan pengembangan diri secara maksimal.

Seorang yang telah belajar ukir terbukti akan mengalami kesulitan berkembang jika mereka berpindah (relokasi) ke daerah lain di luar Jepara, apalagi oleh orang-orang dari luar wilayah Jepara.

Penanda kualitas khusus pada produk mebel ukir Jepara yang disebabkan oleh manusianya, keahlian, talenta, dan keterampilan perajin ukir Jepara, tradisi dan lingkungan sosio kultural dapat menjadi alasan diperolehnya perlindungan IG.

Awalnya diragukan karena selama ini produk yang masuk dalam sertifikasi IG cenderung produk yang berasal dari varietas tanaman, lebih pada faktor alam. Misalnya kopi kintamani bali, kopi gayo arabika aceh, lada putih muntok, kopi toraja, ubi cilembu, beras cianjur, dan lada aceh. Untuk membuktikan, tim JIPMUJ telah melakukan kajian historis dan bukti artefak tentang ukir Jepara yang dituangkan dalam buku persyaratan IG.

Alasan lain mebel ukir Jepara mendapat perlindungan IG adalah melihat kondisi di lapangan. Data tahun 2006 menyebutkan jenis industri itu tercatat 3.870 unit dengan total tenaga kerja terserap 59.070 orang. (10)

Kamis, 01 April 2010

Amoralitas Siswa dan Peran Sekolah

Suara Merdeka, 01 April 2010

Oleh M Saifuddin Alia

SALAH satu problem besar dunia pendidikan yang harus segera ditangani dengan serius adalah perihal moralitas siswa yang kondisinya sekarang sangat memprihatinkan. Betapa tidak, nyaris setiap hari kita selalu disuguhi berita tentang amoralitas siswa, baik itu dari media cetak maupun elektronik, baik itu dilakukan oleh siswa SMP maupun SMA.

Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, perilaku amoralis itu ada yang dilakukan oleh siswa SD. Baik dalam bentuk tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, pelecehan seksual, pencurian, penipuan, perjudian, maupun mengonsumsi narkoba.

Nah, mengingat kondisi riil moralitas siswa kian hari kian mengkhawatirkan, maka optimalisasi peran sekolah untuk mengatasi masalah tersebut menjadi keniscayaan.

Dalam konteks ini, setiap sekolah diharapkan secara khusus memberi perhatian terhadap masalah amoralitas siswa itu. Misalnya, dengan menciptakan suasana sekolah lebih religius, mewajibkan setiap siswa untuk taat menjalankan perintah agama, serta menjauhi segala larangannya.

Intensifikasi bimbingan rohani siswa hendaknya juga ditingkatkan. Tentu sekolah harus bersikap tegas terhadap siswa yang terbukti melakukan perbuatan amorali. Sekolah hendaknya memberi sanksi seberat mungkin pada mereka.

Ini penting sekali sebab selain hal itu merupakan wujud hukuman, juga sekaligus merupakan suatu tindakan pencegahan agar siswa tidak sampai terjerumus walaupun sekali saja.

Optimalisasi peran sekolah ini harus mendapat dukungan penuh dari keluarga, khususnya wali murid. Keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan utama bagi anak dituntut mampu untuk selalu memberikan nasihat pada putra-putrinya, dan sekaligus senantiasa mengawasi pergaulan mereka.
Keluargalah yang bisa memantau secara aktif dan memiliki waktu lebih banyak bila dibandingkan dengan pihak sekolah yang hanya bisa mengawasi siswa selama 7-8 jam.

Optimalisasi peran sekolah juga harus mendapat dukungan maksimal dari masyarakat. Bila ketiga komponen utama di atas bisa bekerja sama dengan padu dan saling bantu-membantu, maka dapat dipastikan proyek besar untuk membangun moralitas siswa akan tercapai. Wallahu aĆ­lam. (45)