Rabu, 30 Juni 2010

Memakmurkan Taman Baca Jepara

Suara Merdeka, 30 Juni 2010

Oleh Syaiful Mustaqim

BANYAK cara dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Jepara melalui perpustakaan daerah dalam rangka meningkatkan minat baca. Salah satunya dengan mendirikan dan mengelola taman baca. Bahkan Bupati Hendro Martojo pada akhir Desember 2009 meresmikan Taman Baca Bukit Asri di Demaan Jepara.

Taman baca itu untuk sementara waktu menempati Rumah Aman, yaitu sekretariat KDRT: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Rencananya pada tahun ini dibangun perpustakaan permanen di dekat bangunan itu. Adapun berkaitan dengan referensi (buku rujukan), saat ini taman baca itu sudah dilengkapi 450 buku ditambah 20 alat peraga edukatif (APE).

Selain taman cara tersebut, beberapa cara dan upaya yang telah dilakukan perpustakaan daerah adalah menyediakan fasilitas bacaan di tempat umum yakni dua warung baca yang menyediakan buku bacaan dan koran harian. Pun papan baca berupa koran dinding, terletak di terminal kota dan di pojok taman selatan alun-alun kota serta rumah baca lengkap dengan arena bermain anak-anak di taman belakang kantor Perpustakaan Daerah Jalan HOS Cokroaminoto.

Tak hanya itu, satu motor pintar—melayani perpustakaan keliling di kawasan kota. Ditambah tiga mobil perpustakaan keliling (dua unit beroperasi ke sekolah-sekolah dan satu unit lagi keliling dari desa satu ke desa lain). Sehingga, sejak 2005 hingga 2009 saja di Bumi Kartini ini telah berdiri 169 perpustakaan yang tersebar di pelosok desa dan kecamatan, 31 tempat untuk perpustakaan ormas, 81 lokasi perpustakaan sekolah serta 146 perpustakakan di tempat-tempat peribadatan.

Banyaknya taman, ruang ataupun rumah baca yang tersebar di pelosok kota ini semestinya tidak hanya berhenti di situ saja—lebih dari itu, alangkah lebih afdolnya jika kantung-kantung baca yang telah ada tidak hanya difungsikan sebagai tempat membaca saja. Dengan hanya menjadikannya sebagai sarana meningkatkan minat baca masyarakat bisa mengalami kejenuhan.

Sejatinya, tempat-tempat itu bisa diperankan sebagai pusat pelbagai kegiatan berbasis massa. Menyebut massa, maka seluruh elemen yang ada di masyarakat mulai anak-anak, remaja hingga orang tua masuk kategori di dalamnya. Sehingga, kantung-kantung baca yang telah ada perlu dimaksimalkan potensinya. Kantung baca digunakan sebagai tempat kegiatan ilmiah. Agenda yang penulis maksud yakni memosisikan kantung baca untuk sarana diskusi, jumpa pembaca maupun sekadar tempat tukar ide.

Meski hanya diikuti oleh beberapa gelintir orang saja, menurut hemat penulis tidak jadi soal. Yang terpenting melalui forum yang beraura ilmiah itu—berbincang-bincang tentang tema kejeparaan, isu nasional dan terkait dunia pustaka nantinya menghasilkan wacana yang luar biasa dan bermanfaat untuk khalayak.

Berbasis Edukatif
Lambat laun ketika pengunjung yang lain sudah tahu maksud dan tujuan dari forum itu setidaknya berpartisipasi meramaikannya. Dalam fase yang lebih besar digunakan untuk bedah buku, seminar ataupun talkshow.

Bisa pula dijadikan pusat keterampilan berbasis edukatif. Semisal, keterampilan berbahasa, kesenian ataupun membaca dan menulis. Artinya, kantung baca digunakan untuk klub-klub bahasa Inggris, Prancis, Mandarin ataupun bahasa asing lain. Konkretnya untuk belajar bersama tentang bahasa asing. Untuk perihal kesenian bisa berupa seni teater, lukis maupun tari.

Sedangkan membaca dan menulis dapat diaplikasikan melalui kegiatan jurnalistik (tulis-menulis). Aktivitas tulis menulis artikel, puisi, cerpen, resensi, berita dan sebagainya. Hal itu bisa dilaksanakan sepekan sekali dan dijadwalkan sesuai dengan kesepakatan bersama.

Selain itu, sebagai arena lomba berpidato, baca puisi, lomba jurnalistik, menggambar ataupun mewarnai. Kegiatan lomba-lomba itu secara tidak langsung akan menambah kuota yang berkunjung ke kantung baca yang ada.

Upaya untuk memaksimalkan potensi taman baca yang penulis maksud adalah selain sebagai tempat yang digunakan dalam rangka meningkatkan minat baca baca juga difungsikan untuk aktivitas lain. Tentu aktivitas yang bergaung edukatif, artinya, nuansa pendidikan yang nantinya bermanfaat untuk masyarakat luas.

Keberhasilan atas gagasan butuh kerja sama semua pihak, setidaknya pemkab mendukung pendanaan. Sementara, pegiat seni, pekerja pers dan jurnalistik, akademisi serta penggila dunia pustaka juga harus berperan aktif.(10)