Oleh Akhmad Shoim
Penggiat Smart Institute Jepara
SEBAGAI kota ukir, Jepara sering kali mendapat penghargaan sebagai kota yang bersih, elok, dan indah. Hasil dari menjaga kebersihan itu Jepara mendapat Kalpataru kategori kota sedang. Sayangnya, keindahan kota ukir telah tercemar oleh keteledoran warga yang kurang menaati peraturan dan tata kota. Misalnya di sekitar Bundaran Pecangaan sampai Pasar Pecangaan: sepanjang 200 meter di kanan dan kiri jalan terjajar pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya tanpa memperhatikan tata kota dan kebersihan lingkungan.
Mereka berjualan hampir 24 jam, ironisnya lagi mereka menggunakan trotoar dan badan jalan sebagai tempat untuk berjualan, terutama pada saat malam hari. Hal ini tentunya sangat mengganggu para pejalan kaki yang menggunakan trotoar sebagai jalan utama. Parahnya lagi, siang hari mereka meninggalkan gerobagnya di trotoar, sehingga ini jelas mengganggu tata dan kebersihan kota.
Dampak dari penggunaan trotoar sebagai tempat berjualan secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan para pejalan kaki sebagai pengguna trotoar. Sehingga, dengan terpaksa para pejalan kaki menggunakan badan jalan area berjalan. Tentu hal ini dapat mengancam keselamatan para pejalan kaki karena banyak lalu lalang kendaran dari arah yang berlawanan.
Selain itu, para tukang ojek juga berjajar di badan jalan. Mereka sering kali menyerobot penumpang yang turun dari Jakarta dan Semarang tanpa memperhatikan keselamatannya sendiri dan penumpang.
Menanggapi hal itu, semestinya pemerintah kabupaten menata kembali para pedagang kaki lima. Pemkab setidaknya memberikan mereka tempat yang layak untuk berjualan. Tentunya hal ini akan memperindah kota Jepara sebagai kota yang peduli terhadap PKL.
Selain itu, pemerintah juga menyediakan fasilitas pangkalan ojek bagi para tukang ojek agar tidak membahayakan keselamatan pengendara maupun pemumpang ojek. Sehingga, nantinya tercipta Jepara yang bersih, elok dan indah dengan tetap menjaga kebersihan dan menaati peraturan. []
Penggiat Smart Institute Jepara
SEBAGAI kota ukir, Jepara sering kali mendapat penghargaan sebagai kota yang bersih, elok, dan indah. Hasil dari menjaga kebersihan itu Jepara mendapat Kalpataru kategori kota sedang. Sayangnya, keindahan kota ukir telah tercemar oleh keteledoran warga yang kurang menaati peraturan dan tata kota. Misalnya di sekitar Bundaran Pecangaan sampai Pasar Pecangaan: sepanjang 200 meter di kanan dan kiri jalan terjajar pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya tanpa memperhatikan tata kota dan kebersihan lingkungan.
Mereka berjualan hampir 24 jam, ironisnya lagi mereka menggunakan trotoar dan badan jalan sebagai tempat untuk berjualan, terutama pada saat malam hari. Hal ini tentunya sangat mengganggu para pejalan kaki yang menggunakan trotoar sebagai jalan utama. Parahnya lagi, siang hari mereka meninggalkan gerobagnya di trotoar, sehingga ini jelas mengganggu tata dan kebersihan kota.
Dampak dari penggunaan trotoar sebagai tempat berjualan secara tidak langsung dapat membahayakan keselamatan para pejalan kaki sebagai pengguna trotoar. Sehingga, dengan terpaksa para pejalan kaki menggunakan badan jalan area berjalan. Tentu hal ini dapat mengancam keselamatan para pejalan kaki karena banyak lalu lalang kendaran dari arah yang berlawanan.
Selain itu, para tukang ojek juga berjajar di badan jalan. Mereka sering kali menyerobot penumpang yang turun dari Jakarta dan Semarang tanpa memperhatikan keselamatannya sendiri dan penumpang.
Menanggapi hal itu, semestinya pemerintah kabupaten menata kembali para pedagang kaki lima. Pemkab setidaknya memberikan mereka tempat yang layak untuk berjualan. Tentunya hal ini akan memperindah kota Jepara sebagai kota yang peduli terhadap PKL.
Selain itu, pemerintah juga menyediakan fasilitas pangkalan ojek bagi para tukang ojek agar tidak membahayakan keselamatan pengendara maupun pemumpang ojek. Sehingga, nantinya tercipta Jepara yang bersih, elok dan indah dengan tetap menjaga kebersihan dan menaati peraturan. []
0 komentar:
Posting Komentar