Ramadhan bagi siswa identik dengan pesantren kilat. Sebab dewasa ini, pesantren kilat seringkali dijadikan alternatif program sekolah untuk mengisi hari libur dibulan ramadhan. Tak heran, jika di bulan penuh berkah ini anak-anak ramai-ramai nyantri di sekolah. Tak hanya di sekolah Islam, sekolah umum pun melakukan rutinitas selama ramadhan, berupa kursus singkat pendalaman keagamaan. Kegiatannya pun dibuat untuk lebih mendorong anak didik mempelajari ajaran agama dan mengamalkannya.
Sehingga pelbagai lembaga sekolah pun melaksanakan kegiatan tersebut dengan cara yang berbeda-beda. Ada sekolah yang menyiapkan waktu khusus untuk kegiatan keagamaan di luar hari efektif belajar, ada sekolah yang membagi antara kegiatan akademik dengan kegiatan keagamanaan di hari yang sama. Ada pula sekolah yang memadukan materi pelajaran dengan kegiatan keagamaan.
Penamaan yang diberikan dalam kegiatan pendidikan selama dibulan ramadhan juga berbeda-beda. Ada sekolah yang menyebutnya dengan Pesantren Ramadhan, tapi ada pula yang menamakannya dengan Pesantren Kilat. Meski ada perbedaan penamaan, tapi pada hakekatnya arah yang dituju tak jauh berbeda, yaitu membimbing dan mengarahkan anak-anak untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam.
Persoalannya kemudian adalah terkadang pihak sekolah masih terjebak pada rutinitas pelaksanaan pesantren kilat, belum beranjak pada tingkat pengamalan ''pesan'' pesantren kilat itu sendiri. Alih kata, kebanyakan sekolah masih mengajarkan materi-materi tentang keshalehan individual, berupa teks-teks keagamaan belum menyentuh materi tentang keshalehan sosial, berupa pengamalan praksis di lapangan.
Padahal, salah satu esensi dari puasa adalah mencoba merasakan rasa lapar, dahaga, menguji kesabaran dan memahami realitas sosial di lingkungan sekitar. Sehingga akan sangat bijaksana apabila lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam kurikulum pesantren kilatnya mulai beranjak kepada materi keshalehan sosial. Mengapa demikian? Materi-materi keshalehan individual, berupa pemahaman teks-teks keagamaan yang selama ini diajarkan di hari-hari biasa, hendaknya untuk sementara harus dianggap cukup. Dan di bulan ramadhan, merupakan momentum yang sangat tepat untuk melatih anak didik dengan materi-materi keshalehan sosial. Misalnya, mengajak anak-anak bersiraturrahmi ke tempat-tempat pantai asuhan, membawa mereka berkunjung ke rumah singah anak-anak jalanan, melatih anak didik berinfaq dan shodaqah dan lain sejenisnya.
Dengan begitu, anak-anak pun bisa berinteraksi secara langsung dengan kawan-kawan mereka ''yang kurang beruntung'' tersebut. Sehingga dalam diri anak akan terbina sikap asih, asa, dan asuh. Tumbuhnya sikap yang demikian, diharapkan anak-anak mampu memahami realitas di luar sekolah dengan baik. Secara akademik, kegiatan semacam ini akan berdampak positif pula terhadap prestasi anak, dengan sendirinya mereka akan terpacu untuk senatiasa belajar dan belajar. Sebab mereka telah menyadari bahwa mereka adalah bagian dari ''anak-anak yang beruntung'' dari pada kawan-kawan mereka yang tidak mempunyai kesempatan bersekolah seperti mereka.
Akhirnya, melalui momentum pesantren kilat di bulan yang penuh berkah ini, mari kita tingkatkan keshalehan sosial pada setiap individu, tak terkecuali pada anak didik. Bukankah hakikat puasa adalah kepedulian atas sesama? Sudah semestinya anak-anak dilatih untuk peduli atas sesama, memanusiakan manusia dan pedului dengan lingkungan sekitar? Inilah sesungguhnya makna dari pesantren kilat itu.[]
MUKODI, S.Pd.I, praktisi pendidikan, studi lanjut di Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pernah dipublikasikan di Koran Kedaulatan Rakyat
0 komentar:
Posting Komentar