Sabtu, 30 Mei 2009

Kesedihan Sularsih

Cerpen Ita Azizah
penggiat ekstrakulikuler jurnalistik MA Walisongo Pecangaan Jepara

SULARSIH adalah gadis keturunan keraton. Dia sangat cantik, imut dan pandai bernyanyi. Suaranya pun bagus. Sejak umur 6 tahun gadis itu sudah di ajari nyinden dan menari oleh ibunya. Seluruh keturunan neneknya, mempunyai tradisi yang sama. Yakni, dalam tradisi keraton, perempuan harus memakai pakaian adat jarik dan kebaya. Kalau tidak, perempuan harus selalu tertutup dan di larang memakai baju ketat, berrambut panjang, juga tidak diperbolehkan berpacaran.

Suatu hari Sularsih mendapat usul dari teman-temannya untuk ikut audisi menyanyi di Jakarta. Sularsih akhirnya tertarik. Gadis itu memang menginginkannya. Dia juga merasa bosan di rumah karena selalu di kurung. Jalan–jalan pun harus di kawal.

Sampai rumah Sularsih berbicara kepada orang tuanya soal audisi itu, akan tetapi orang tuanya tidak mengizinkan. Dan dalam budaya keraton, seorang perempuan tidak boleh pergi kemana-mana, tugasnya hanya di rumah membantu orangtua, bagi perempuan yang masih muda harus di kawal kemana pun ia pergi.

Gadis itu ngambek tidak mau ngomong dan mogok makan. Akhirnya orang tuanya menyetujuinya, tapi dengan satu syarat yaitu di kawal. Sularsih menyetujuinya yang terpenting dia bisa bebas.

Esok harinya gadis itu pergi ke Jakarta dengan empat pengawal, dua perempuan dua laki-laki. Di sana mereka mengontrak sebuah rumah besar yang sangat mewah dan indah.
Orang tuanya mengurusi surat-surat pindah sekolah Sularsih, dan gadis itu pindah sekolah di Jakarta. Esoknya Sularsih daftar ke SMA 74 jakarta.
***
Ini adalah hari pertama dia sekolah di Jakarta. Gadis itu sangat senang sekali. Banyak cowok-cowok yang menaksirnya karena kecantikannya, tetapi gaya berpakaiannya masih sangat kuno, cupu dan lucu. Sehingga gadis itu di kucilkan oleh teman- teman perempuannya.
Di situ Sularsih mendapat teman yang bandel, yang akhirnya merubah semua sikapnya dari baik menjadi buruk.

Sorenya dia mengirimkan formulir-formulir pendaftaran audisi itu, ternyata tak di sangka-sangka, Sularsih lolos audisi dan di terima. Gadis keraton itu sangat senang sekali. Anak itu langsung memberikan kabar di rumah. Semua keluarganya sangat senang.

Namun apa yang terjadi, setelah dia masuk acara itu, gadis itu di suruh memakai pakaian yang tidak sopan, tadinya Sularsih tidak mau tapi anak keraton itu di marahi.

"Kalau tidak mau di atur ya sudah, mendingan kamu pulang dan tidak usah ikut acara ini," kata pelatihnya.

Sularsih sangat takut ketika di marahi. Dia tidak mau mundur begitu saja, karena menyanyi adalah salah satu cita-citanya. Akhirnya gadis itu mau menuruti perintahnya, apapun akan dia lakukan asalkan bisa menjadi penyanyi.

Tadinya para pengawal Sularsih tidak setuju dengan keputusannya, karena anak keraton itu sudah melanggar budayanya sendiri. Tapi akhirnya mereka menyetujui permohonannya.
Malam itu penampilan Sularsih sangat bagus dan lancar. Dia mendapat dukungan dari banyak kalangan. Namun saat keluarganya melihat di TV mereka semua kaget dan kecewa dengan perubahan yang terjadi pada anaknya.

Setelah acara itu selesai, ibunya langsung menelponnya.

"Sularsih, bunda izinkan kamu mengikuti audisi itu bukan untuk merubah diri dengan cara berpakaian seperti itu dan juga bukan untuk pamer, apa kata orang–orang Djogja?" ucap ibunya dengan nada marah-marah.

"Bunda maafkan saya, tadinya Sularsih juga tidak mau tapi…masak Sularsih mundur begitu saja? Lagi pula ini kan cita-cita saya. Sesuatu yang sudah di depan mata jangan di sia-siakan begitu saja Bun…, Bunda kok tidak mendukung anaknya tapi malah memarahi", kata Sularsih dengan merayu bundanya.

"Ya Bunda tahu, tapi tadi itu ayah kamu marah–marah pada bunda dan kamu kan juga tahu, kalau kamu itu puteri keraton, seharusnya kamu itu bisa memberi contoh yang baik, tapi apa nyatanya kamu malah tenar di TV dengan berpakaian yang seperti itu, sudahlah terserah kamu. Bunda capek, mau tidur," lanjut bunda dengan rasa kecewa.

Pagi-pagi Sularsih sudah berangkat ke sekolah di antar pak Joko (pengawal sekaligus supir Sularsih).

Sejak beberapa hari gadis itu mulai merasa malu karena terus-terusan di kawal. Teman-temannya jarang yang mau berteman dengannya. Dikatain manjalah, kekanak-kanakanlah, kampunganlah dan lain sebagainya. Dia pun merasa tertekan dengan ejekan-ejekan temannya.
Anak keraton itu minta bantuan kepada teman sebangkunya, Andien supaya merubah dirinya menjadi seperti anak-anak yang lain.

Sejak saat itulah Sularsih menjadi anak yang bandel karena salah pergaulan. Sepulang sekolah dia tidak langsung pulang, tetapi pergi ke mall dengan Andien. Mereka lewat pintu belakang, karena pengawalnya sedang menunggu di depan. Mereka melarikan diri tanpa sepengetahuan pengawalnya. Pengawal telah menunggunya sampe berjam-jam tetapi Sularsih tidak muncul-muncul, pak Joko sangat khawatir dengannya.

"Jam segini kok neng Sularsih belum pulang-pulang ya? perasaan teman-temannya sudah pada pulang dari tadi, mengapa dia belum juga keluar," kata pak Joko dengan nada cemas.

Pak Joko bertanya kepada guru yang mengajar Sularsih di akhir pelajaran tadi, tetapi katanya, Sularsih sudah pulang sekolah dari tadi, bersama teman-temannya. Pak Joko merasa bersalah karena tidak melihat Sularsih keluar dari kelas.

Akhirnya pak Joko pulang, dikiranya Sularsih sudah sampai rumah, tapi ternyata di rumah tidak ada.
***
Di mall Sularsih dan Andien bersenang-senang. Mereka membeli baju, aksesories sekaligus jalan-jalan menikmati udara luar.

Sularsih memotong rambutnya dengan gaya seperti rambut Andien. Selain itu dia juga mengecat rambutnya. Sepulang dari mall mereka nongkrong di jalan; depan rumah Andien.

Sampai di rumah pak Joko mencari Sularsih, tetapi kata mbak Atik (pengawal dan pembantu Sularsih di keraton), belum pulang.

"Mbak, tadi neng Sularsih sudah sampe rumah kan?" tanya pak Joko kepada mbak Atik.
"Lho bukannya neng Sularsih belum pulang? kan sama pak Joko. Terus neng Sularsih-nya mana?" kata mbak Atik dengan nada kebingungan.

"Lho mbak Atik ini gimana sih, ditanya kok malah balik nanya. Kalau seandainya saya tahu, pasti saya tidak akan tanya kepada mbak, gimana tho?" tanya pak Joko.

“Lha terus kemana? Kok sampe jam segini belum pulang juga? pak Joko ini gimana sih, di suruh ngejagain kok malah di biarin," kata mbak Atik.

"Saya sendiri juga tidak tahu, berjam–jam saya nunggu neng Sularsih tetapi tidak nongol-nongol ya sudah saya tinggal pulang, kata gurunya sudah pulang ya sudah saya tinggal pulang saja," jawab pak Joko.

Setelah maghrib tiba, Sularsih baru pulang. Dia menyelundup supaya tidak ketahuan, tapi akhirnya ketahuan sama pak Joko, pak Karyamin, mbak Atik dan mbak Ani. Mereka semua melihat Sularsih dengan tatapan yang sangat tajam, seolah-olah mereka semua ingin marah kepadanya.

"Dari mana saja neng? Jam segini baru pulang," tanya pak Joko.

"Tahu tidak neng? Tadi itu tuan mancari neng lewat telpon, terpaksa saya bohong kepadanya. Saya bilang kalau neng sudah tidur, padahal saya bohong, rasanya itu tidak enak banget karena saya bohong," kata mbak Ani.

"Ya tidak apa-apa sekali-kali bohong," jawab Sularsih dengan nada cuek.

Setelah itu dia langsung mandi. Para pengawalnya bingung dengan sikapnya yang berubah drastis. Malam itu Sularsih di telpon Reza, cowok yang dikenalkan Andien kepada Sularsih. Semalaman dia tidak tidur, tetapi telpon–telponan.

Paginya Sularsih bangun kesiangan, sampai sekolah dia telat, dan di hukum oleh guru piket, di suruh lari mengelilingi lapangan basket hingga 10 kali.

Sularsih sangat capek sekali. Dia beristirahat di bawah tiang bendera, lalu reza menyusulnya dengan membawakan minuman.

"Kamu haus banget ya? Ini aku bawakan minum untuk mu," kata Reza seraya memberikan minuman kepadanya.

"Makasih ya," kata Sularsih.

Pada Jam berikutnya Sularsih baru boleh mengikuti pelajaran, meski dengan napas ngos-ngosan.

"Tumben telat, kenapa?" tanya Andien kepada Sularsih.

"Bangun kesiangan, capek banget, tahu tidak gue tadi di suruh lari mengelilingi lapangan basket sampe 10 kali, laper banget nih," kata Sularsih.

"Aku tahu, ya maklumlah anak mama and papa kan tidak pernah lari sejauh itu. Ya kan…," ledek Andien.

"Kok kamu ngomongnya gitu sih?" kata Sularsih dengan sewotnya.

"Sudahlah tidak usah dibahas, kamu laparkan? Ke kantin yuk!" kata Andien dengan memegang tangan Sularsih.

"Ngapain? kan ini belum istirahat," tanya Sularsih.

"Ya makanlah, katanya lapar, ayo! Mumpung tidak ada gurunya," kata Andien.

Setelah itu mereka langsung menuju kantin, tak sengaja di situ mereka bertemu dengan Reza yang lagi makan. mereka gabung dengan reza, cowok itu mengajak Sularsih untuk ikut acara balapan motor setelah pulang sekolah. Tadinya dia tidak mau tapi gadis itu dipaksa temannya, sehingga anak keraton itu menerima ajakannya.

Sepulang sekolah Reza sudah menunggu Sularsih di jalan. Sularsih melarikan diri lagi dari pak Joko. Dia lewat pintu belakang dengan Andien. Pak Joko menunggu berjam-jam tapi anak itu belum keluar juga. Akhirnya pak supir itu tanya pada penjaga kantin yang berada di belakang, katanya "sudah pulang dari tadi lewat sini bersama neng Andien."

Pak Joko sangat kecewa dengannya, "kali ini saya tidak takut lagi, saya akan melaporkannya kepada tuan," kata pak Joko.

Sampai rumah pak Joko melapor kapada orang tuanya. Orang tua Sularsih sangat marah sekali mendengar berita itu. Ayahnya mengirim beberapa orang dari keraton untuk menjemput Sularsih.
***
Sularsih, Reza dan Andien sudah sampai di tempat tujuan. Kini balapan sudah dimulai. Sularsih berboncengan dengan Reza. Reza ngebut, gadis itu pun sangat takut, dia berpegangan erat, akhirnya Reza menang balapan itu.

Setelah dari situ, mereka punya rencana makan-makan untuk merayakan kemenangannya. Mereka mampir di sebuah restoran yang tak jauh dari situ, tak sengaja mereka bertemu para pengawal dari keraton yang sedang makan.

Sularsih di ajak pulang oleh para pengawal dari keraton dengan cara halus, tapi dia tidak mau, akhirnya mereka memaksanya untuk pulang dengan menyeretnya ke luar.

Reza beserta Andien menyelamatkan Sularsih, dengan menyerang mereka, akhirnya anak keraton itu berhasil lolos dari mereka dan cowok itu membawanya kabur.

Orang–orang keraton itu mengejar mereka, Reza semakin mengebut, tak taunya di depan ada orang yang mau nyebrang, cowok itu bermaksud untuk menghindarinya dengan membelokkan arah .tapi apa yang terjadi? Mereka malah tabrakan. Sularsih dan Reza terluka parah sedangkan Andien tidak kenapa-kenapa, karena waktu itu Andien mengemudi motor sendiri.
Nyawa Reza dan Sularsih tidak tertolong. Mereka pun meninggal seketika. []

__Cerpen ini memenangi Juara III lomba cipta cerpen 2009 yang diselenggarakan LPM Paradigma STAIN Kudus.

Selasa, 26 Mei 2009

SEFI

(Untuk dia yang telah bahagia)

Puisi Fachrin Azka

Walau aku tak memilikimu
Akan aku tulis dalam kalbu
Hurufhuruf yang merangkai asmamu
Meski aku tak melihatmu
Sosokmu akan selalu ada dalam hayalku
Hidup bersama hembusan napas
Serta setiap bait puisiku
Setelah kau pergi dariku
Aku akan selalu mengingatmu
Meski itu perih bagiku
Dan aku akan coba melupakanmu
mesti itu akan terasa mustahil bagiku
Karena kau adalah nyawa yang mengisi ragaku
Serta huruf di setiap sajak puisiku

Senin, 25 Mei 2009

Melayang

Puisi Fachrin Azka

Melayang pergi
Tinggalkan kesenangan duniawi
Demi sebuah mimpi
Melayang pergi
Terbang membawa mimpi
Yang entah kapan akan terjadi
Melayang pergi
Menghapus sejuta memori
Dalam sebuah angan dalam hati
Melayang pergi
Berharap untuk kembali
Merasakan manisnya mimpi
Yang kemarin tertidur dalam hati

Sabtu, 16 Mei 2009

Janda

Puisi Iffah Nafi'ah

Kenapa kau tak minta cerai saja?
Kau bingung dengan alasan apa
Bilang saja, "aku sudah tak punya cinta"
mudahkan berkata
Seperti ia menyakitimu, melukaimu, mengkhianatimu,
dan memadumu
Lalu, buat apa kau setia
Kau tetap cantik jelita
Meskipun kini menjanda
Lihat, banyak orang yang ingin meminangmu
Kau harus memilih salah satu
Lihat logo itu...
"Bersama berantas Kemiskinan"
Tapi, tunggu dulu
Hei, apa kau miskin?!
Tidak kau ini kaya
Wah kau dihina
"Tingkatkan pendidikan Bebas Biaya"
Kau menerima itu
Agar generasimu bermutu
Benar, kau tak takut tertipu?
"Bersihkan KKN"
Aduh... aduh...
Ada-ada saja para pelamarmu
Semua itu palsu
Pertama, dikira kau miskin
Kau kaya budaya Nusantara
Kedua, dikira generasimu bodoh
Tidak! Para pemimpin yang salah asuh
Dana BOS diselewengkan, siapa suruh
Ketiga, dikira kaulah tikus itu
Padahal, mereka orang-orang yang tak tahu malu
Jadi, mana yang akan jadi pilihanmu?
Pertama, kedua, atau ketiga...
Sebentar tunggu dulu
Baca slogan itu
"Kejujuran Bagi Bangsaku"
Nah, kalau ini aku setuju

Minggu, 10 Mei 2009

Percakapan Tikus

Puisi Iffah Nafi'ah

O, dewi malam
Aku memang kejam
Saat kau bertanya : "mengapa?"
Aku penyebab segala penderitaan
Akulah pencipta kerusuhan
Akulah dalang kemiskinan
Akulah sang pencipta murka
Akulah penyulut api mahasiswa, juga rakyat
Akulah piaraan para pejabat
Rumah-rumah mewah itu, kandangku
Aku bertunggang mobil
Sedang jelata tanpa beralaskaki
Semua di negeri ini adalah kebejatan
Buatanku, kebengisan
Agar aku bisa menyoal
Agar aku buat Penelitian
Agar aku bisa makan enak di pertemuan
Sedang kalian mati kelaparan
O, dewi malam
Hebat, bukan?
Sekali lagi aku bertanya padamu
Aku marah padamu
Kau bisu!
Atau, kau menderita pun karena aku?
Namun, aku ngilu
Bakal ada kambing dan tikus-tikus baru
Selain aku
Ah, yang penting : semua baru

Kamis, 07 Mei 2009

Memahami Kasus Sabu-sabu Jepara

Oleh Muh Khamdan
peneliti Paradigma Institute dan bekerja di BPSDM Depkumham RI.

MENGAGETKAN. Demikian perasaan sebagian masyarakat Jepara perkotaan setelah pembongkaran pabrik sabu-sabu di kawasan Pantai Kartini (3/5). Pabrik sabu-sabu di Kelurahan Kauman RT 4 RW 5, Kecamatan Jepara merupakan pabrik yang pertama kali terbongkar di wilayah Jawa Tengah.

Masyarakat segera bertanya, ada apa dengan Jepara? Mengapa kota santri sekaliber Jepara menjadi pusat produksi sabu-sabu ?

Dalam pemberitaan selama ini dinyatakan bahwa pabrik di Jepara adalah bagian dari jaringan mafia pabrik ekstasi Depok dan terkait jaringan internasional. Sebuah fakta yang lebih mengkhawatirkan berupa terbongkarnya pangsa pasar yang merambah lintas provinsi dan antarnegara, seperti Hongkong dan Thailand ketika omset penjualannya mencapai 30 miliar (SM, 4/5).

Terlepas dari bagaimana kasus ini akhirnya terungkap, yang perlu disesalkan adalah keterlambatan jaringan intelijen Polres Jepara membongkar sendiri. Sebagai aparatur keamanan yang membawahkan Kota Jepara, tentunya bisa mencium kasus tersebut lebih awal mengingat lokasinya berada di kawasan Pantai Kartini, sekitar 2 km dari Mapolres Jepara.

Sejak dua pekan kemarin muncul kekhawatiran di antara masyarakat bahwa Jepara akan diterpa bencana tsunami akibat ramalan Mama Lauren. Masyarakat pada akhirnya berduyun-duyun melihat kura-kura yang ingin dimandikan sehingga berimbas pada peningkatan kunjungan wisata domestik di Pantai Kartini.

Hal itulah yang membuat kaget dengan munculnya kasus yang melibatkan jaringan ekstasi internasional sekarang ini. Kalau Jepara sudah menjadi kota pilihan untuk produksi sabu-sabu, maka ibaratnya tidak ada lagi yang ditakuti oleh sindikat narkoba tersebut.
Tentunya masyarakat Jepara berharap bahwa keberadaan pabrik sabu-sabu di kawasan Pantai Kartini tidak berimbang dengan banyaknya pengguna sabu-sabu di masyarakat Jepara.

Setidak-tidaknya masyarakat masih memiliki harapan bahwa masyarakat ini masih ada counter pengawasan yang tetap dibanggakan. Mereka masih andil dalam kegiatan keagamaan dan keterbukaan interaksi sosialnya.

Anita Retno Lestari pernah mengingatkan bahwa kehidupan masyarakat santri bisa hilang ketika sudah berinteraksi dengan industri. Ditambahkan bahwa daerah industri selalu ditandai oleh kemunculan pabrik-pabrik di banyak tempat.

Pabrik-pabrik itu menghasilkan berbagai produk yang diolah dengan cara manual maupun mesin tanpa dibatasi oleh waktu atau sepanjang siang sepanjang malam (SM, 6/4).

Deddy Halim dalam Psikologi Lingkungan Perkotaan (2008) menjelaskan bahwa dalam pembentukan sebuah budaya ada lima fungsi kultural yang senantiasa menyertai kelahiran budaya baru. Representasi, identitas, produksi, konsumsi, dan regulasi. Namun, lahirnya sebuah budaya pun bisa dilahirkan oleh satu fungsi saja.

Terkait pada fungsi konsumsi suatu produk misalnya, tentu masyarakat akan terpengaruh representasi simbol dan slogan, identitas sosial yang diemban, sampai pada aturan-aturan tertentu. Ibaratnya, fungsi kultural menjadi jejaring laba-laba dalam masyarakat yang memaksa untuk mengatur perilaku.

Masyarakat Industri
Dalam kondisi demikian, Comenius melalui buku legendaris The Labyrinth of the World and the Paradise of the Heart (1623) pernah menyindir masyarakat industri dengan sebutan manusia yang terasing dari lingkungannya sendiri karena perilaku yang dikondisikan oleh selera pasar.

Masyarakat Jepara sudah seharusnya mengambil pelajaran dan mulai menata kembali hubungan interaksi sosial yang terbuka agar tidak terasing dari lingkungan.
Perilaku masyarakat selalu terkait dengan lingkungan hunian ketika masyarakat itu berinteraksi.

Persepsi tentang hunian dan komunitasnya dipengaruhi faktor perbedaan individual yang dapat menimbulkan efek yang menguntungkan atau merugikan dalam berinteraksi dengan komunitasnya. Persepsi ini dipengaruhi dua hal, kongruensi individu dengan lingkungan dan kontrol terhadap lingkungan hunian.

Pemilihan rumah milik Andreas Widodo yang terletak di Jalan Cik Lanang, Kelurahan Kauman dan rumah di Kelurahan Mulyoharjo Kecataman Kota tentu bukan tanpa alasan. Rumah yang langsung berbatasan dengan laut dan berdekatan dengan permukiman penduduk nelayan serta tempat penambatan perahu-perahu yang tidak berlayar.

Kedekatan dengan laut jelas akan menghilangkan bau produksi sabu-sabu yang terkalahkan oleh aroma asin dari laut.

Memang tidak mudah mengurai praktik haram yang berlokasi semacam itu. Namun hal itu membuktikan bahwa peran kongruensi individu dalam berinteraksi serta adanya kontrol sosial atau kontrol regulasi dan keamanan sangat dibutuhkan untuk mengurangi bahkan menghilangkan kasus serupa di Jepara atau di daerah lainnya.

Tantangan tentunya akan ditujukan kepada pihak kepolisian di berbagai tingkatan daerah. Sejak awal masyarakat berharap bahwa lembaga ini dapat menjalankan tugasnya untuk memberantas penyakit masyarakat, terutama narkoba.

Wacana tentang evaluasi terhadap implementasi Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 22/ 1999 tidak seharusnya berhenti, khususnya yang terkait dengan masalah desentralisasi di bidang kelautan.

Isu kelautan ini semakin relevan ketika kasus narkoba terbongkar di Jepara dan berada di pinggiran Pantai Kartini. Maklum, selama ini pantai yang memiliki simbol patung kura-kura terasa sepi kecuali dalam momentum tertentu semacam Syawalan.

Untuk itulah alokasi dan kontrol pengelolaan sumber daya kelautan bisa dimanfaatkan Pemda Jepara dengan cara terpusat di masyarakat lokal. Hal ini dapat mendukung kemampuan memfasilitasi kemunculan tanggung jawab dari pengguna oleh masyarakat itu sendiri terhadap lingkungannya.

Dengan demikian, upaya meramaikan kembali kelautan Jepara dengan alternatif pengelolaan berdasarkan kebersamaan pemerintah dan masyarakat, menjadi penting dan mendesak.

Faktor identitas Jepara sebagai kota bahari dan salah satu kota santri di kawasan Pantai Utara Jawa mesti dipertahankan agar tidak muncul pabrik sabu-sabu yang baru. (80)

Sumber : Suara Merdeka, 07 Mei 2009