Jumat, 05 Juni 2009

Cinta Tak Berujung

Cerpen Azzah

19 November,
Ry, hujan lebat mengguyur bumi, angin berhembus menggoyangkan tirai jendela, menambah dingin suasana malam, sebatang lilin menyala redup, kembang kempis terbuai sepoi nyanyian malam. Dingin, sunyi, menikam kalbu. Luapan tangis terus mengalir, sedihku tak kunjung padam, bak hujan malam ini yang tak kunjung reda.

5 Desember,
Aku belum bisa membuka mulut, aku tetap diam seribu bahasa, aku sadar, bila semua ini menyiksa sekelilingku, bahkan diriku sendiri. Aku bak patung batu di tengah musim penghujan. Gurauan, hiburan, canda tawa teman-teman mencoba melunakkan hatiku yang beku, melemahkan tubuh nan kaku, namun...aku tetap tak bergeming...

1 Februari,
Seberkas asa menyelinap pelan, seulas senyum tersungging di sudut bibirku yang telah lama kaku, mentari menyapaku dengan benderang, seterang hatiku saat ini.

Ry, kesedihanku berangsur luntur, entah kena sihir apa... Apa malaikat telah mengirimnya tuk menyeka air mataku? Kebahagiaan baru, peristiwa bersejarah dalam hidupku, pertemuanku dengan Lidya...

9 Februari,
Ry, hari-hariku penuh warna, kutemukan kembali pengganti bungaku yang telah menghilang. Ry, jantungku terus berdetak kencang bila mengingat parasnya, Lidya... begitu anggun menawan, buatku tergila-gila, Lidya...ingin aku mengenalnya lebih jauh...

14 Februari,
Sebelum malam terlalu kelam
Izinkan aku mengucap salam
Salam dari hati terdalam
Teruntuk bunga yang buatku tenggelam
Lidya...
Keelokanmu bak batu pualam
Tak kuasa aku tuk menyelam
Lidya...
Happy Valentine Day
Salam....

Kuberanikan diri melayangkan sepucuk surat merah jambu teruntuk pujaan hatiku, Lidya.... Bingung, ragu, cemas merundung perasaanku. Tubuh lemas, hati berdebar, harap-harap cemas. Ry, apa bungaku juga merasakan hal ini? Aku memang penakut, aku benar-benar tak punya kekuatan tuk bertatap muka dengannya, apalagi mengucapkan sepatah kata. Kupikir dan berharap, melalui surat ini mampu mewakili diriku....


21 Februari,
Tuhan...dia begitu indah.... Ry, dia tersenyum padaku, bayangan itu melekat di pelupuk mataku, hatiku terlalu hanyut bersama kegilaanku padanya, walau suratku belum terbalas, seulas senyumnya cukup menenangkan hatiku...

7 Maret,
Ry, apa aku terlalu pecundang? Aku masih belum kuasa tuk menatap matanya, melihatnya dari kejauhan saja, gemetar tubuhku begitu hebat.... Surat kedua, kembali kutitipkan pada Eka, sahabat karib Lidya.
Lidya...
Hatiku terpasung
Oleh harapan yang menggantung
Lidya...
Sudikah kau buka sedikit celah
Dalam relung hatimu...
Tuk menyambut lambaian tanganku
Adakah tempat untukku
Tuk singgah
Dalam tahta kalbumu?
Lidya...
Pesonamu begitu menawan...
Salam...

15 April
Sebulan berlalu, Lidya tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Aku semakin gila dibuatnya. Melamun, merenung, menangis, mondar-mandir, kesana-kemari, layaknya agen pelacak, itulah aktivitasku sehari-hari. Mengingat senyumnya, semangatku begitu membara, terpikir akan keberadaannya.... Aku semakin gelisah, rinduku membuncah, air mataku meleleh.

Lidya...
Dimanapun engkau berada
Cintaku padamu tetap ada
Kapanpun engkau kembali
Cintaku padamu tak kan pernah basi
Lidya...
Tahukah kau...
Aku benar-benar gila!!!!

09 Mei,
Sepasang pengantin berpose mesra, kamera terus mengintai, tak rela kehilangan sedetikpun, dekorasi bernuansa putih menambah kesan natural, taburan mawar merah menghujani dua sejoli diatas tahta. Rentetan acara berjalan sakral, merci merah marun berhiaskan bunga siap mengantar sang mempelai ke istana impian.
Ry, aku tak kuasa menghadapi realita, kegilaanku makin menjadi. Inikah suratan takdir illahi yang tertulis dalam catatan jalan hidupku? Kedua kalinya aku lewati jalan terjal dalam pencarianku...

Tuhan...
Inikah jalanku?
Cintaku tak pernah berlabuh...
Cintaku tak pernah berujung...

0 komentar: