Selasa, 23 September 2008

Ramadhan, Momentum Pertaubatan Koruptor

Oleh SEPTINA NAFIYANTI
Peneliti di Paradigma Institute STAIN Kudus


Memasuki bulan ramadhan, orang-orang Islam di dunia sibuk menyaipkan ritual keagamannya. Begitu pula di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Prosesi tersebut dilaksanakan karena bulan ramadhan dianggap sebagai bulan penuh berkah dan ampunan.Hal ini senada dengan pemaknaan sederhana terhadap sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim yang artinya “Barang siapa menunaikan ibadah puasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka diampuni segala dosa yang telah lewat.”

Dengan hadis tersebut umat muslim seolah-olah dengan mudah mendapatkan remisi terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada masa lalu. Begitu gampang memang, dengan hanya tidak makan dn minum di siang hari selama bulan ramadhan, seluruh dosa akan diampuni. Hal itu yang mungkin selama ini menjadi inspirasi para koruptor di negeri ini tidak jera melakukan korupsi, karena di bulan Rhomadlon ini akan di ampuni. Sehingga mungkin tidak salah jika Islam dianggap sebagai "agama para koruptor".

Kasus korupsi memang menjadi masalah klasik yang tak pernah usang di negeri ini. akhir-akhir ini kasus korupsi oleh para pemimpin bangsa satu persatu terkuak, bahkan yang paling mengerikan akhir-akhir ini adalah jaksa dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) juga turut terlibat dalam kasus suap.

Puasa Tak Hanya Lapar
Ironis memang, namun fenomena ini apakah benar karena Islam mengajarkan penghapusan dosa secara mudah? Jika kita amati kembali makna puasa secara etimologi, shaum dalam bahasa arab berarti al-imsak (menahan diri) dari sesuatu baik dalam bentuk perkataan, maupun perbuatan.

Oleh karena itu, konsekuensi berpuasa adalah mengimplementasikan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh puasa itu sendiri, yakni: pengendalian diri, kejujuran,dan kesediaan berbagi dengan sesama, terutama kaum miskin. Al-Quran menegaskan: “Wahai orang-orang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa seperti telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, kiranya kalian bisa menjadi orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Baqarah: 183). Ayat tersebut menegaskan, energi positif yang Allah SWT yang diberikan kepada orang-orang yang berpuasa bukan berupa penghapusan terhadap dosa yang telah dilakukan dan siksa di akhirat. Akan tetapi orang-orang yang bisa menjaga moralitas dan akhlak dari perbuatan keji, termasuk korupsi, suap dan lainnya.

Dengan demikian pengertain lain bertakwa adalah tidak sekedar orang-orang yang menjalankan ibadah secara formal akan tetapi orang-orang yang memiliki integritas tinggi terhadap amanah yang di berikan kepadanya. Hal ini senada dengan surat Al-Maa'uun yang artinya “Tahukah kamu (kaum) yang mendustakan agama? Itulah orang (kaum) yang mengambil hak anak yatim dan orang miskin (korupsi), dan tidak menganjurkan memberi makan (mencabut subsidi) orang miskin”

Dengan demikian, puasa tidak langsung kemuadian menjadikan manusia suci. Karena pemaknaan seperti itu hanya akan meembuat diri kita sombong. Dalam sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari menyebutkan: “Tahukah kalian siapa si bangkrut sejati (al-muflis)? Para sahabat menjawab, “Si bangkrut adalah orang yang tidak punya uang dan tidak punya harta.” Rasullah berkata, “Bukan itu. si bangkrut sejati adalah orang yang datang di akhirat kelak dengan puasa pahala puasa, salat, haji, zakat, dan lain-lain.

Tapi, dia gemar melakukan kezhaliman terhadap orang lain, dengan mencacinya, menyakitinya, dan memakan atau mengorupsi hartanya”. Pengertiannya adalah, maka pahala salat, puasa, haji, dan amal saleh lainya diambil untuk diberikan kepada korban kezalimannya tadi. Jika masih kurang, dosa si korban kezalimannya ditimpahkan kepada orang tadi. Lalu diapun di lempar ke neraka.

Perubahan Progresif
Dengan hadis diatas, sudah jelas bahwa sholat, puasa, zakat, dan haji seseorang tidak akan mendapat apa-apa jika ia masih tetap melakukan kedzaliman dengan hak rakyat. Sudah jelas jika puasa yang sempurna bisa menghapus perbuatan keji dan dzalim termasuk korupsi dan suap, bukannya menghapus dosa korupsi. []

Pernah dipublikasikan di Jawa Pos Radar Kudus.

0 komentar: