Minggu, 06 Maret 2011

Dangdut di Jepara Tak Mati-mati

Suara Merdeka, 06 Maret 2011

Oleh Akhmad Efendi

MUSIK dangdut yang memiliki ciri khas pada alat musik kendang dan seruling sudah menjadi bagian dalam hidup masyarakat Jepara.

Sejak era 60-an dangdut sudah akrab di telinga publik Kota Ukir dengan beberapa grup musik yang cukup populer, seperti Bintang Pagi, Surya Pagi, dan Merah Delima. Bahkan, menurut Aris Isnandar, Ketua Persatuan Artis Melayu Indonesia (PAMI) Jepara, dangdut di Jepara merupakan barometer di Jawa Tengah.

Saat ini, ada sekitar 156 grup musik dangdut di Jepara. Pemain musik yang terlibat di dalamnya sekitar 780 orang dengan rata-rata satu grup musik beranggotakan lima orang. Sementara jumlah penyanyi sekitar 80 orang.
Perkembangan itu menunjukkan potensi musik dangdut di Jepara yang tidak ada matinya.

”Apa yang saya sampaikan mengenai dangdut Jepara merupakan barometer Jawa Tengah adalah ucapan langsung dari Rhoma Irama. Saya dengar langsung dari mulut beliau. Salah satu bentuknya memang nuansa atau perkembangan dangdut di Jepara memang luar biasa dibandingkan daerah lain. Artis level nasional, seperti Jamal Mirdad dan Susi KDI juga dari Jepara,” kata Aris.

Menurutnya, perkembangan awal dangdut di Jepara adalah hobi. Berangkat dari hal itu, bermunculan grup-grup musik dangdut.
Soal inovasi, jenis musik dangdut Jepara sangat cepat beradaptasi. Jenis dangdut koplo merupakan salah satu jenis aliran yang menjadi penghilang dahaga maniak dangdut meskipun tidak lantas menghilangkan jenis musik dangdut yang asli.

”Adanya dangdut koplo merupakan respons terhadap pasar,” terang Aris.
Hal yang sama juga disampaikan Susi Indrias Tanti, alias Susi KDI. Dia merasa perkembangan musik dangdut di Jepara, terutama dalam up date lagu-lagu populer yang beredar di masyarakat, sangat cepat. ”Yang saya rasakan memang begitu. Di bandingkan dengan daerah lain, Jepara ini cepat banget soal lagu-lagu baru yang diolah menjadi musik dangdut. Saya sendiri juga lebih enjoy dengan dangdut jenis koplo karena bisa langsung menjiwai,” tuturnya.
Menjanjikan Selain soal kreativitas dalam musik yang tidak ada matinya, aspek bisnis musik dangdut di Jepara juga menjanjikan. Menurut Aris, sekali manggung rata-rata bisa meraup pendapatan sebesar Rp 5 juta.

Dalam sebulan, ketika musim pernikahan, bisa belasan kali manggung. ”Memang cukup besar, tetapi harga itu tidak lantas harga mati. Karena tinggal paketannya dan banyaknya penyanyi yang ada. Tapi, memang cukup bagus potensi di Jepara,” terang Aris.

Persaingan pun tak dapat terelakkan. ”Dalam menghadapi persaingan ini, antara grup satu dengan yang lain saling beradu kreativitas. Grup musik yang mampu memenuhi selera pasarlah yang akan bertahan. Jadi, kondisi persaingan yang ada, saya lihat baik. Dalam kesempatan ini, saya juga berharap koordinasi pelaku musik dangdut bisa lebih ditingkatkan,” sambungnya.

Susi KDI bahkan ketika masih berkutat di lokal Jepara pada 2004 hingga 2007 dalam sebulan libur manggung hanya dua kali. Sekali manggung rata-rata mendapatkan honor Rp 250 ribu.

”Saat itu saja jumlahnya sudah lumayan. Kondisi itu memungkinkan karena penyanyi tidak melekat pada salah satu grup, sehingga bisa manggung bersama banyak grup. Tapi, ada juga penyanyi yang menjadi anggota grup tertentu sehingga ketika grupnya tampil wajib ikut. Tapi, ketika tidak manggung, bisa ikut grup dangdut yang lain,” terang Susi.

Namun, musik dangdut bukan tanpa problem. Hal itu pun dialami jenis musik yang lain. Dangdut dalam beberapa kasus tak jarang menjadi pemicu perkelahian.

”Dangdut adalah seni, yang seharusnya dinikmati. Jangan kemudian menjadi ajang tawuran. Joget juga ada etikanya, sehingga jangan berlebihan. Kalau ini bisa dimengerti para pecinta dangdut, tentu citra yang muncul di masyarakat adalah positif,” kata H Subangun, pecinta dangdut yang juga Wakil Ketua DPRD Jepara. (24)

0 komentar: