Selasa, 29 Maret 2011

Kebijakan Pangan di Karimunjawa

Suara Merdeka, 29 Maret 2011

Oleh Riyono Abdullah

TIDAK banyak yang menyoroti dampak musim ekstrem saat ini, terutama bagi kehidupan penduduk di pulau terpencil, seperti Karimunjawa (Karimun) Kabupaten Jepara. Oktober 2010 sampai Maret ini masuk musim barat yang merupakan musim ’’kelaparan’’ bagi warga setempat.

Tinggi ombak yang bisa 2-3 m membuat Kapal Muria Jepara-Karimun sebagai sarana utama transportasi terpaksa berhenti berlayar, termasuk Kapal Cepat Kartini yang melayani rute Semarang-Karimun.

Pada saat musim barat seperti ini kadang muncul berita bahwa terjadi kelaparan dan kelangkaan pangan di Pulau Dewandaru ini, serta Pemprov Jateng dan Pemkab Jepara biasanya cepat memberi klarifikasi.

Kepulauan Karimunjawa yang dikelilingi pulau-pulau kecil terletak 110 kilometer di timur laut Semarang, dan aksesibilitas menuju kepulauan ini sangat bergantung pada kondisi pelayaran. Masalah pertama yang sering dihadapi adalah kurangnya pasokan bahan makanan. Kedua; penanganan yang dilakukan pemerintah masih bersifat instan belum ada model pengembangan ketahanan pangan yang membuat tidak jelasnya penanganan masalah kerawanan pangan.

Khusus Desa Karimunjawa, ketergantungan pangan dari Jepara memang sangat besar. Desa dengan luas 4.302 ha ini hanya memiliki lahan pertanian produktif sekitar 62 ha. Pulau Kemujan dengan luas 1.501 ha memiliki lahan produktif pertanian seluas 210 ha, sedangkan Parang (termasuk Pulau Nyamuk) dengan luas 690 ha, sebagian besar lahannya produktif untuk pertanian, yakni 400 ha. Masalah ketiga adalah tidak adanya kebijakan atau road map pengembangan pangan yang membuat gelap kemandirian pangan di Karimunjawa.

Hasil penelitian dan kajian yang dilakukan penulis sebagai bahan tesis magister menunjukkan bahwa berdasarkan data Kecamatan Karimunjawa Dalam Angka 2009, jumlah penduduk 10.210 orang. Dengan asumsi rata-rata kebutuhan beras per kapita per tahun 125 kg (Husodo, 2006) maka dibutuhkan 1.276,25 ton beras/ tahun.

Dengan luas total sawah 32 ha dan yang produktif 9 ha, estimasi produksi beras hanya sekitar 24,3 ton per tahun atau sekitar 1,9% dari kebutuhan. Dari data ini terlihat bahwa memang kondisi sumber alam lokal memang tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Jumlah cadangan bahan pangan (beras) yang dimiliki penduduk untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dengan estimasi kebutuhan beras per kapita per hari adalah 0,34 kg beras, maka stok beras dalam 1 bulan yang harus ada di masyarakat Karimunjawa idealnya adalah 104 ton. Namun dari pengolahan data hasil survei, stok beras di masyarakat hanya sekitar 47,4 ton atau 45% saja dari total kebutuhan satu bulan.

Analisis SWOT menunjukkan ada tiga strategi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kondisi pangan di kepulauan tersebut. Pertama; strategi pemantapan ketersedian pangan meliputi peningkatan cadangan pangan menjelang musim barat, per wilayahan komoditas pangan sesuai potensi, dan pemantapan infrastruktur produksi pertanian.
Membangun Ketahanan Operasionalisasinya bisa dilakukan melalui program pembangunan lumbung pangan yang difungsikan sebagai KUD dan pasar bersama saat pasokan terganggu.

Kedua; strategi pemantapan diversifikasi konsumsi pangan meliputi penyediaan suplai dengan mengembangkan sumber daya lokal (unggulan wilayah), peningkatan knowledge, attitude, dan practice (KAP) melalui gerakan konsumsi pangan yang beragam, gizi seimbang, dan aman,
Ketiga, strategi pemantapan distribusi pangan meliputi pasokan bahan pangan dari musim ke musim, penguatan posisi tawar petani dan nelayan, pengembangan sarana dan prasarana pascapanen dan infrastruktur distribusi, kemitraan petani, nelayan dan pedagang.

Peneliti saat ke Pulau Parang melihat potensi luar biasa pertanian dan wisata yang bisa mendukung kesejahteraan warga, namun ketiadaan moda transportasi yang layak membuat pulau itu jarang dikunjungi wisatawan. Pembangunan pasar sebagai sarana penggerak ekonomi desa sangat diperlukan masyarakat Karimun, dan saat ini baru saja difungsikan pasar bantuan pemerintah. Sebelumnya yang ada hanya pasar kaget.

Ketiga kebijakan itu bisa menjawab kabar bahwa kondisi Karimunjawa termasuk kategori rawan pangan sementara. Kebijakan ini melibatkan banyak instansi dan stakeholder yang harus bersinergi membangun ketahanan pangan. (10)

0 komentar: